Rabu, 21 November 2012

Muhammad Kecil yang Membawa Berkah

Salah satu tradisi penduduk Makkah adalah mengirimkan bayinya ke daerah pedalaman. Bayi-bayi tersebut dititipkan kepada para orang tua asuh untuk dididik menjadi anak yang mandiri, sehat dan pintar berbahasa Arab. Bagi Aminah, ibunda nabi Muhammad, menjalankan tradisi tersebut tidaklah mudah, karena suaminya telah meninggal dan tidak bisa memberi imbalan yang besar kepada ibu asuh. Terlebih lagi tahun tersebut adalah musim paceklik.
Bertepatan dengan lahirnya Muhammad, beberapa orang bani Sa’ad datang ke Makkah. Tujuan mereka untuk mengantarkan anak asuhnya kembali kepada orang tuanya. Sekaligus mengari lagi orang tua yang membutuhkan pengasuh bayi.
Ikut dalam rombongan tersebut seorang wanita bernama Halimah binti Abu Dzuaib As-Sa’diyah. Ia ingin mencari penghasilan tambahan dengan menjadi ibu asuh. Halimah memang tidak berasal dari keluarga kaya. Untuk pergi ke Makkah pun, dia tak membawa banyak bekal. Halimah pergi bersama suami dan anaknya yang masih kecil dengan mengendarai keledai betina. Suaminya yang menuntun keledai tersebut. Sedangkan perbekalan diangkut seekor unta tua yang tak mampu berjalan cepat.
Sepanjang perjalanan, Halimah tidak turun dari kendaraannya, sehingga keledainya semakin lemah. Pada waktu malam, ia juga tidak bisa beristirahat karena harus menidurkan anaknya yang terus menangis karena kelaparan. Kendati kesulitan terus menerpa, keluarga malang ini tetap yakin bahwa Allah akan memberi jalan keluar.
Di Makkah, Abdul Muthallib bersama Aminah mencari wanita yang bersedia mengasuh Muhammad. Mengetahui kedatangan kafilah Bani Saad, Abdul Muthalib menawarkan bayi Muhammad untuk mereka asih. Tapi setiap wanita yang ditawari selalu menolak setelah tahu bayi tersebut adalah anak yatim. Mereka tidak sadar bahwa bayi itu adalah utusan Allah yang membawa banyak berkah.
Akhirnya pada hari terakhir, Halimah menemui Aminah dan meminta bayi Muhammad untuk diasuhnya. Aminah memang tidak bisa memberi banyak imbalan, tapi keluarga Halimah yakin jika si bayi akan mendatangkan berkah. Setelah itu, keajaiban-keajaban terjadi silih berganti.
Halimah menceritakan, “Aku mengambil bayi itu dan meletakkannya di pangkuanku. Ia langsung menyusu sampai kenyang. Demikian pula dengan saudara sesusuannya. Kemudian keduanya tidur terlelap. Padahal sebelumnya ia selalu menangis, sehingga kami tidak bisa tidur untuk menenangkannya.”
Kemudian suami Halimah menghampiri unta betinanya yang sudah tua. Ternyata unta itu dapat diperah air susunya. Hingga pada malam itu, mereka dapat beristirahat dengan tenang. Perjalanan pulang dilalui dengan cepat. Bahkan Halimah tiba di kampungnya lebih cepat dari rombongan lainnya. Keledai yang dulu paling lemah, kini menjadi yang paling cepat.
Kehidupan keluarga Halimah pun berubah. Ternak-ternaknya lebih sehat dan gemuk dibandingkan dengan milik tetangganya. Ketika sore hari, kambing-kambingnya pulang dengan perut kenyang dan penuh dengan air susu. Sementara kambing-kambing yang lain terlihat kurus dan tidak bisa diperah air susunya.
Setelah beberapa lama, bayi Muhammad mulai tumbuh besar dan sehat. Muhammad tumbuh lebih pesat dari bayi lain seumurnya. Halimah merawatnya hingga usia empat atau lima tahun.
Hingga suatu hari, Muhammad didatangi malaikat Jibril. Malaikat jibril memegangnya lalu menelantangkannya lalu membelah dadanya. Jantung Muhammad diambil dan dibuang sebagian darahnya. “Ini adalah bagian setan,” kata Jibril. Jibril mencuci jantung tersebut dan mengembalikannya ke tempat semula. Teman-teman sepermainan Muhammad yang melihat kejadian itu berlari ketakutan. Mereka berteriak, “Muhammad telah dibunuh!”
Peristiwa ini membuat Halimah cemas. Sehingga ia memutuskan untuk mengembalikannya kepada keluarganya di Makkah. Meskipun ia masih ingin merawat dan membesarkan Muhammad agar bisa merasakan berkah dan kebaikan yang dilimpahkan Allah pada diri Rasulullah.

Source: http://www.adzkia.com/

Tidak ada komentar: